Sejarah Sunda : Kerajaan Pajajaran Dalam Kesenian Ludruk
Bagian 1




ludruk
KESENIAN - LUDRUK
Ludruk adalah drama tradisional rakyat Jawa Timur yang usianya relatif muda jika dibandingkan dengan kesenian kentrung. "L. James Peacock" tertarik seni tradisional ini dan telah menulis buku berjudul "Rites of Modernization,Simbilio and social aspects of Indonesia Proletarian Drama (1968)".

Seni ludruk sangat populer di Surabaya dan Jombang. Seni ini juga dikenal di daerah Malang dan Mojokerto.
Menurut sejarahnya,ludruk lahir di Jombang. Dalam musyawarah ludruk itu dirintis oleh "Pak Santik". Tokoh ini berasal dari desa Ceweng,Kecamatan Goda, Kabupaten Jombang.
  
Ludruk rintisan Pak Santik ini disebut "Ludruk lerok" (dari kata lorek=coreng moreng) dan berkembang antara tahun 1907-1915). kemudian muncul " ludruk besutan " (dari kata bebed dan maksud) dan hidup antara tahun 1915-1920. terakhir muncul " ludruk panggung ", yaitu ludruk yang memaksudkan unsur cerita dalam pertunjukannya dan cerita tersebut dipanggungkan seperti halnya cerita sandiwara.
  
Kasanah cerita yang dipanggungkan oleh kesenian ludruk beraneka warna. Cerita tersebut ada yang berasal dari kehidupan sehari-hari dan ada juga yang berasal dari cerita rakyat. Dalam hubungan pemanggungan cerita rakyat. Dalam hubungan pemanggungan cerita rakyat,adajuga beberapa cerita rakyat yang berkaitan dengan nama Pajajaran. Misalnya cerita " Ratu Sagara kidul ",Nyai Rara Kidul mantu, dan Siyung Wanara.
  
Mengenai cerita Siyung Wanara atau Ciung berikut diringkaskan inti sari ceritanya berdasarkan versi yang dipanggungkan oleh organisasi Ludruk Persada di Malang. Ceritanya begini : 

"Prabu Cilihawan (ada juga yang menyebut:Siliwangi atau Silihwangi) yang memerintahkan negeri Pajajaran, merasa khawatir terhadap Ki Anjarwilis. Pendeta Ki Anjarwilis pengaruhnya semakin besar di negerinya.
Maka sang prabu memerintah Patih Mangku Praja, agar mengajak Dewi diminta berpura-pura hamil, dan bokor kencana diletakkan di perutnya kemudian diikat dengan rapi.
  
Sesampainya di pertapaan,Ki Ajar Wilis mensabda Dewi Sumekar, ia benar-benar hamil. Patih mangku Praja merasa geram. Di tengah perjalanan Dewi Sumekar badannya terasa panas, dan ia mandi. Sewaktu mandi itulah, diketahui bahwa ia benar-benar hamil.

Sesampainya di kerajaan, Prabu Cilihawan amat murka, merasa dihina oleh Pendeta ki Ajar Wilis. Maka sang Prabu memerintahkan kepada prajurit dan Patih Mangku Praja, agar Ki Ajar Wilis dibunuh saja.
  
Sewaktu ki Ajar dibunuh,ternyata jasadnya hilang. Bersamaan dengan hilangnya jasad ki Ajar, terdengarlah suara kutukan : " Kelak Dewi Sumekar akan melahirkan bayi laki-laki. Lewat tangannyalah akan terbals kematiaannya.
  
Genap sembilan bulan,Dewi Sumekar melahirkan anak laki-laki. Bayi itu mula-mula akan diracuni, tetapi akhirnya dibuang ke sungai Kerawang. Akhirnya bayi itu ditemukan oleh suami istri Ki Krawang, yang pekerjaannya mencari ikan di sungai. Karena dua suami istri itu bertemu dengan burung Ciung (semacam menco) dan Wanara (kera), maka bayi itu diberi nama " Ciung Wanara ".
Bersambung ke bagian-2 klik disini ...


DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.