Daya Tarik Kota Bandung Tempo Dulu



Bandung Tempo Dulu
GADIS-GADIS PANGALENGAN
SEDANG MENYORTIR BIJI KINA
                        

Orang bilang ada empat unsur sarana penunjang yang bisa memancing datangnya wisatawan.
Dalam dunia pariwisata Internasional ke-4 unsur tersebut dikenal dengan " 4-S " yaitu: " Sun " (matahari)" Sea " (laut) " Sand (pasir atau pantai nan permai) dan " Sex " (wanita).


Akan tetapi sudah barang tentu,daya tarik wisatawan tersebut,sekalipun bersifat universal,tidak setiap negara bisa menjamin penyediaanya secara lengkap.
Apalagi bagi negara-negara yang kuat latar belakang agamanya,maka unsur sex dikesampingkan (Harian,Sinar Harapan 1984).

Kota Bandung yang nongkrong di gunung,jauh dari pasir pantai lautan,pada masa lalu sukses mengundang wisatawan tanpa perlu kelewat perduli pada patokan " 4S " tadi. Meski tak pelak lagi,bahwa Mojang Priangan nan rupawan,merupakan daya tarik tersendiri.
Kalaupun ada wiasatawan yang menguber-nguber " Sanggul " Mojang priangan nan molek-jelita,mereka cuma mencari seuntai bunga melati yang tersisip di rambutnya. Seuntai puisi Belanda mengungkapkan.
 

Ik denk aan duku,durian en kopi
Monyet,nyamuk,sapien kerbau
ik ruik de geur van melati
in de kondeh van een vrouw

Artinya: 

Kuingat akan duku,durian dan kopi
Monyet,nyamuk,kerbau dan sapi
kucium semerbak mewangi melati
terselip disanggul sang putri
 

Kalau mau cari matahari (Sun) di Kota Bandung,asal tidak mendung dan malam hari,pasti mudah dicari.
Bukankah motto Kota Bandung Tempo Doeloe  yang  " Ex Undis Sol " berarti: Mentari bersinar di atas gelombang "...?
 

Keberhasilan pariwisata Bandung tempo doeloe tidak ditopang unsur " 4S " tadi. Bentuk turisme di kota ini yang dikembangkan oleh organisasi " Bandoeng Vooruit " betul-betul merupakan " Clean Turisme ". Tak perlu neko-neko pakai suguhan Sex segala.
 

pesona panorama indah dari Gusti Allah yang terhampar di Bumi Priangan ini,lebih cukup buat mengeruk keuntungan dari sektor pariwisata.
 

Sebuah kesan pujian tentang pengembangan dan penyelenggaraan turisme di Kota Bandung tempo doeloe,telah disampaikan oleh seorang pembesar Kerajaan Belanda lewat Harian : Nieuwe Rotterdamsche Courant ",15 Februari 1937.
 

Di situ dikatakannya,bahwa kesan perjalanannya ke Wilayah Kota Bandung yang kaya akan panorama indah permai begitu dalam terpateri di hati. Bayangan pesona alami Bandung yang bergunung,tak akan hilang dari ingatanku.   Bandung bagaikan " Geneva " di Timur Jauh,katanya. Sebagaimana kita ketahui,Geneva adalah tempat peristirahatan di Swiss yang terkenal dengan danau dan pemandangan alamnya yang indah asli.
 

Panorama alami tanah bumi Siliwangi yang indah asli lestari adalah modal pokok pengembangan turisme di Kota Bandung tempo doeloe. Dengan bermodalkan ini," Bandung Vooruit " di tahun 1941 berhasil menarik 200.000 wisatawan ke kota ini yang penduduknya baru mencapai 2226.8777 jiwa. Apa bukan sukses besar ini namanya ..?
Keaslian panorama alami tersirat secara puitis dalam untaian kata gubahan Redaktur majalah " Mooi Bandoeng  " :




Bandoengsche Holandsche Wangen
Geef geerust een zoen op een Bandoengsche wang 
En wees voor rood-afgeven daar heusch niet bang, 
Zoo'n rose wangetje is je reinste natuur 
En belist geen resultaat van een Schoonheidskuur.
 
Lewat terjemahan Kang S. Soepari,sebaris puisi ini jadi berbunyi :
 
Pipi Belanda dari Bandung.
Ciumlah suka hati pipi Bandung,silahkan 
Kelunturan pemerah tak perlu dikhawatirkan 
Pipi merah Bandung sungguh asli alami 
Bukan pulasan salon mempercantik diri
 
Untuk menjaga kelestarian alami asli Kota Bandung dan sekitarnya,para bijak bestari pendiri kota ini,pagi-pagi telah mendirikan " Bandoengcshe Comite tot Natuurbescherming " ( Komite Bagi Perlindungan Alam di Bandung). Komite yang didirikan pada tahun 1917 di Bandung ini,dipimpin oleh.Dr.Doters van Leewen sebagai ketua. Dengan anggota pengurusnya terdiri dari Meneer: K.A.R. Bosscha,F.W.R. Diemont,P.Holten dan W.H.Hoogland.
 

Komite berhasil mengumpulkan dana sebesar f.3.000,- sebagai modal dasar bagi menjaga kelestarian lahan hijau di dalam Kota Bandung.
Komite merencanakan,koservasi seluruh Wilayah Bandung Utara,khususnya daerah sekitar air terjun: Curug Dago.
Daerah sekitar " Dago Waterval " ini direncanakan menjadi " Soenda Openlucht Museum " atau dalam bahasa kita " Museum Alam terbuka Sunda ". Salah satu kenang-kenangan dari Komite ini buat generasi sekarang adalah " huize Dago " atau kemudian biasa disebut " Dago Thee huis ".
 

Sayang,sejarah kemudian membuktikan,bahwa manusia-manusia penghuni Kota Bandung yang datang kemudian,cuma bisa mewarisi bangunan kota beserta segenap isinya,tanpa sanggup meneruskan semangat dan kearifan dari para pendiri " Komite Bagi Perlindungan Alam di Bandung.
 

Tidak banyak hal yang bisa kita ketahui tentang hasil upaya kerja dari komite ini,selain sejenis tanaman anggrek yang ditemukan oleh Dr. W.D. van Leewn dkk di wilayah Kota Bandung yang kemudian mereka menamakan " Microstylis Bandoengensis ". Sejenis anggrek kecil yang langka di dunia. Sumber:Wajah Bandung Tempo Doeloe.Haryoto Kunto




 
DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.