Wisatawan ini khusus datang ke Bandung untuk menghadiri dan menyaksikan " event-wisata " yang secara periodik diadakan. Event wisata yang dimaksud adalah: Balap Kuda " yang mengambil tempat di Lapangan Tegallega dan " Bursa Tahunan " (Jaarbeurs) yang selalu diadakan tiap tahun pada tahun Juni-Juli. Sedangkan balap kuda dalam ukuran " perlombaan kecil " paling tidak,sebulan sekali diadakan dan diikuti oleh kuda dari dalam kota Bandung.
Namun Balap Kuda yang terbesar,biasanya dilakukan setahun dan diikuti oleh kuda dari daerah. Umumnya perlombaan dikaitkan dengan peringatan Ulang Tahun " Sri Ratu " nun jauh di Nederland sana,atau peringatan khusus lainnya.
Pada musim kuda semacam ini,secara tiba-tiba Kota Bandung menjadi gegap gempita ceria. karena orang sekota Bandung tumplek-biek di Lapang Tegallega. Dari pribumi udik,sampai Belanda totok gerot,ada di gelanggang pacuan kuda.
Yang paling menarik adalah kaum wanitanya,apakah itu wanita pribumi atau Eropa,mereka saling pamer mode baru pakaiannya,tak ketinggalan dandanan rambut,topi,patung,selop sampai kelom geulis,jadi bahan jorjoran.
Akiban jorjoran yang hidup konsumtif tempo doeloe itu,begitu pacuan kuda bubar,banyak rumah tangga ikut bubar pula.Istri-istri panas,ngadat minta dibelikan baju brokat dan perhiasan baru. Bahkan tidak jarang,pada waktu lomba pacuan kuda berlangsung,orang saring pelet-gaet istri orang.
Konkurensi di kalangan kaum pria lebih sederhana. Mereka cuma pamer topi " Borsalino ",saling menonjolkan keunikan pipa cangklongnya dan keantikan tongkat gadingnya. ya,meriah mewah pada saat itu.
Kekenesan Kota Bandung semacam itu,mustahil
bisa terulang kembali di jaman kiwari.
(Sumber:Wajah Bandung Tempo Doeloe.alm.Haryoto
Kunto)
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.