Jakarta Tempo Dulu
Fientje De Feniks Pelacur Indo Tempo Dulu


 KISAH PELACUR "FIENTJE DE FENIKS" DARI BERBAGAI SUMBER 


AWAS !!!
Soeda terbit boekoe tjerita : 
ATAWA
" Djadi korban tjemboeroean "
Soeatoe tjerita jang soeda betoel terdjadi
 Di Batawi pada pertengahan taoen 1912.
Terkarang dan terpetik dari sana-sini oleh :
Tan Boen Kim.
 BATAVIA . Dari boekoe ini ada ditoetoerkan bagimana perdjalanannya nona FIENTJE DE FENIKS dalem golongan bidadari doenia,jang kemoedian ketemu pada GRAMSER BRINKMAN dan bikin satoe perhoeboengan pertjinta'an jang akhirnja diboenoe.

Sasoedanja Fientje mati perkara itoe doea kali diperiksa oleh Raad van Justitie,sedeng Lanraad preksa perkara soempa palsoe jang ada berhoeboeng dalem ini perhoeboengan.

Boekoe ini ada terkarang dan terpetik dari sana sini menoeroet tjatettan jang betoel.
Tjerita ini ada terbagi dalem 16 bagian,jang pasti bisa menjenangken hatinja pembatja.
Satoe boekoe tebal isi 146 katja tamat "f 1.25" tamba ongkos kirim "f 0.20".
Boleh dapat dibeli pada :   11364
Drukkerij Tjiong Koen Bie,BATAVIA.  

Sumber dari Buku " FIENTJE DE FENIKS " Karya Tan Boen Kim.



  

fientje de feniks


17 Mei 1912, Batavia heboh. Sesosok mayat wanita muda ditemukan mengapung di Kalibaru. Mayat gadis indo itu terbungkus dalam karung dan tersangkut pintu air.

Masyarakat makin heboh saat mengetahui siapa yang tewas. Namanya Fientje de Feniks, seorang pelacur yang kerap dikunjungi para pembesar dan orang kaya. Untuk ukuran saat itu, Fientje jadi idola. Wajahnya campuran Indonesia dan Eropa. Matanya besar dengan hidung mancung dan bibir sensual. Rambutnya panjang, hitam dan berombak. Saat tewas usianya belum lagi 20 tahun.

Sehari-hari, Fientje tinggal di rumah pelacuran milik Umar. Demikian ditulis dalam Ensiklopedi Jakarta yang diterbitkan Pemprov DKI Jakarta tahun 2005.

Tewasnya Fientje menjadi fokus pemberitaan koran-koran saat itu. Masyarakat penasaran dengan setiap perkembangan terbaru kasus Fientje.

Komandan Polisi Batavia, Komisaris Reumpol menangani kasus ini. Reumpol memeriksa setiap saksi dengan teliti. Akhirnya dia menemukan titik terang ketika seorang pelacur teman Fientje bersaksi. Pelacur itu bernama Raonah, dia melihat langsung seorang pria bernama Gemser Brinkman mencekik Fientje dari sela-sela bilik bambu.

Brinkman bukan orang sembarangan. Dia cukup punya pengaruh di Batavia saat itu. Brinkman juga anggota Sociteit Concordia yang beranggotakan pembesar-pembesar Belanda.

Wartawan Senior Rosihan Anwar menulis soal sidang Brinkman ini. Raonah sempat dituding berbohong dan memberikan keterangan palsu oleh pengacara Brinkman. Pengadilan bahkan sempat mengirim tim untuk mengecek tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan di lokalisasi milik Umar.

Raonah bersikeras pada pendapatnya. Dengan yakin dia berkata pada ketua majelis hakim.

"Tuan, saya seorang perempuan, jadi saya penakut. Tapi saya katakan sekali lagi, laki-laki itu yang melakukan pembunuhan," ujar Raonah.

Pengadilan akhirnya mengganjar Brinkman dengan hukuman mati. Awalnya Brinkman yakin eksekusi tidak akan jadi dilakukan. Dia berfikir tidak mungkin seorang kulit putih terhormat seperti dirinya dihukum mati hanya karena membunuh pelacur indo. Dia juga percaya pengaruh teman-temannya di Sociteit Concordia  akan membantu memperingan hukumannya.

Tapi Brinkman salah, pengadilan tetap berniat mengeksekusinya. Dia pun stres, dan berteriak-teriak terus dalam selnya. Akhirnya Brinkman bunuh diri dalam sel.

Ada beberapa versi soal pembunuhan ini. Ada yang mengatakan Brinkman sebenarnya tidak membunuh Fientje saat itu juga. Tetapi dia menyuruh algojo bernama Silun bersama dua anak buahnya. Silun yang akhirnya mencekik Fientje hingga tewas. Sial bagi Silun, Brinkman belum membayarnya lunas. Dia baru dibayar persekot atau uang mukanya saja. Brinkman keburu tewas saat Silun ditangkap.

Mengenai motif pun berbeda-beda. Sebagian pihak meyakini Brinkman membunuh Fientje karena cemburu. Dia sebenarnya sudah ingin menjadikan Fientje sebagai gundik, namun ternyata Fientje masih juga melayani laki-laki lain.

Kisah soal Fientje ini juga ditulis dalam Novel karangan Pramoedya Ananta Toer. Di buku 'Rumah kaca', Pram juga memasukan kisah soal pembunuhan ini. Namun Pram mengganti nama Fientje de Feniks menjadi Rientje de Roo. (mdk/ian)

        

           Rientje De FENIKS VERSI
Nah, di Kalibaru inilah pada 17 Mei 1912 terjadi peristiwa yang bikin heboh. Mayat perempuan muda indo ditemukan terapung di Kalibaru. Mayat itu terbungkus dalam karung dan tersangkut di pintu air.

Maka peristiwa itu pun langsung menyebar ke penduduk di pelosok Batavia. Tak ketinggalan tambahan cerita berbumbu seks dan kekerasan. Usut punya usut ternyata perempuan indo ini pekerja seks dan menghuni sebuah rumah pelacuran  yang dimiliki germo bernama Umar.

Jakarta Tempo Doleo terbitan tahun 1972 mengisahkan, Komisaris Kepala Batavia Toen Ruempol kelabakan memecahkan misteri mayat dalam karung ini.  Hasil visum menunjukkan mayat perempuan indo ini tewas dicekik. Kemudian diketahui pula nama si perempuan ini, Fientje De Feniks.

Sang germo tak luput diperiksa Reumpol. Dari mulut Umar terluncurlah nama seorang tuan besar bernama Gemser Brinkman. Brinkman beken di kalangan orang-orang  Belanda yang tergabung dalam Societet Concordia di Gedung Harmonie, pasalnya meneer ini memang anggota sositet ini.

Brinkman tak bisa berkutik manakala Umar menunjuk hidungnya. Tak salah lagi, Brinkman memang pelanggan Fientje. Hal ini diperkuat dengan kesaksian rekan sejawat Fientje, Raonah. "Saya melihat sendiri bagaimana meneer Brinkman membunuh Fientje," begitu kira-kira ucap Raonah. Kala peristiwa itu terjadi ia sedang berada di belakang tempat pelacuran Umar dan mendengar suara gaduh. "Lantas saya intip," lanjutnya, dari balik celah pohon bambu. Dari celah itulah ia menyaksikan Brinkman mencekik Fientje hingga tewas.

Pengadilan memutuskan si meneer bersalah dengan ancaman hukuman mati. Akhirnya karena panik, Brinkman pun buka suara. Namun sayang, suaranya tak mempan di hadapan pengadilan. Kabar yang menyebar di kalangan penduduk, ia menggunakan algojo dari kalangan penduduk pribumi. Brinkman menyuruh Pak Silun, salah seorang algojo, untuk mengambil nyawa Fientje. Silun bersama dua anak buahnya menjalankan tugas. Silun kemudian menyesal karena baru terima persekot, sisa pembayaran tak mungkin diberikan lantaran Brinkman keburu dihukum mati. Bukan cuma tak ada lagi pembayaran, Silun juga masuk bui. Sayang tak dikisahkan bagaimana nasib Silun, dihukum seumur hidup atau dihukum mati.Untuk cerita rakyat Betawi yang lain klik disini.. KOMPAS.

*** SEJARAH TATAR SUNDA  BACA BERIKUTNYA >>

DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.