PASAR BARU BANDUNG 1920-1921 |
Sehingga Pasar Baru pada Voor de Oorlog (masa sebelum perang),pernah menjadi contoh dalam kerapihan mengatur dagangan dan kebersihan bagi pasar-pasar induk lainnya di Pulau Jawa.
Buat mereka yang suka mengudap jajan makanan,Pasar Baru tempo doeloe sanggup memuaskan selera. Lewat penuturan Pak Suka bisa diketahui bursa makanan tempo doeloe itu.
Soto,yang dua sen semangkok itu,sudah
terkepung krupuk Cikoneng,ya besar ya tebal. Sate sepuluh tusuk masih bisa
ditawar sampai delapan sen. Kalau dagangan lagi sepi tiga benggol pun jadilah.
Sedangkan nasi,harganya lima sen sepiring sudah tumpah ruah kuahnya. Beli nasi putih saja,bisa gratis disiram gulai tempe pakai cabai yang terasa serehnya. Atau mau pilih sayur kentang pakai irisan tahu yang tercium bau petenya,itu pun boleh. Lonjoran cabe hijau dibumbu "besengek" bisa juga mengantar nasi lewat tenggorokan. Ini pun masih ditambah sekerat daging empal yang disayat miring disiram kuah "mabek kelewek". Berbagai macam sayur ditampung dalam baskom besar,diciduk dengan ciduk kaleng gagang bambu.
Konon termasuk royal,orang minta nasi saja dan memilih lauknya sendiri.
Tinggal ambil asal bayar: telor asin,goreng
ikan mas yang tidak dikeluarkan isi perutnya biar kelihatan kembung,goreng
belut dan ikan tawes,dendeng,telor mata sapi dibumbu bali,tahu tempe dan ...
semur jengkol bagi yang suka.
Di ujung batang pikulan menjurai ikatan daun lalab dan rebus/bakar pete yang harganya sebenggol sepapan.
Yang lucu pedagang jual tomat. Mekipun mata
terpejam, tidur-tidur ayam,tapi tangan tetap mengelus-elus tomat dagangannya
dengan sehelai sapu tangan,biar mengkilap menarik mata pembeli. Lain lagi
dengan tukang dagang buah mangga,yang sibuk memupur kapur dagangannya,biar
nampak seperti matang di pohon.
Begitulah gambaran kehidupan malam di Pasar Baru Bandung baheula (tempo dulu),yang selalu begadang.
(Sumber:Wajah Bandung Tempo Doeloe.alm Haryoto Kunto)
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.