Sejarah Kabupaten Sumedang



bupati sumedang aria suria atmaja
BUPATI SUMEDANG:PANGERAN ARIA SURIA ATMAJA 
FOTO DIBUAT ANTARA TAHUN 1915-1921

"Dulunya Sumedang merupakan sebuah kerajaan yang bernama" Sumedang Larang ". kerajaan ini merdeka dan berdaulat setelah runtuhnya Kerajaan Pajajaran pada tanggal 14 syafar tahun Jim Akhir yang bertepatan dengan tanggal 22 April 1576 Masehi. Tanggal itulah ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang ".                  
SEJARAH SINGKAT
Dalam catatan sejarah Indonesia Gubernur Jenderal Daendels (1809) pernah membuat jalan raya dari Anyer (Jawa-Barat) ke Panarukan (Jawa-Timur),dalam pembuatan jalan tersebut melewati kawasan Kabupaten Sumedang sekarang ini,sebagai peringatan atas kepahlawanan Pangeran Kornel yang saat itu menjadi Dalem Sumedang dibuat satu tugu di wilayah Cadas pangeran. Tugu tersebut menggambarkan bagaimana sikap 'pangeran Kornel' terhadap rakyatnya yang tertindas.
  
Sebelum menjadi Kabupaten seperti sekarang ini. Sumedang merupakan sebuah Kerajaan yang bernama 'Sumedang Larang' kerajaan ini menjadi kerajaan yang merdeka dan berdaulat setelah runtuh Pajajaran,yang menurut naskah lama yang disimpan di 'Museum Geusan Ulun' diungkapkan bahwa bubarnya Kerajaan Pajajaran terjadi tanggal 14 Syafar Jim Akhir, kemudian dari berbagai sumber di antaranya,Panitia hari jadi Sumedang menetapkan bahwa tanggal tersebut bertepatan dengan 22 April 1576 M. Yang pertama kali menjadi Nalendra Sumedang larang adalah Geusan Ulun.
  
Bila kita memasuki Kota Sumedang terdapat sebuah tugu yang dikenal dengan Lingga. Lingga tersebut didirikan di tengah alun-alun Kota Sumedang,sebagai pengahargaan rakyat dan pemerintah pada saat itu,atas jasa-jasa 'Pangeran Aria Soeria Atmaja' selama memegang tampuk pemerintahan dari tahun 1882 sampai dengan 1919 hingga diresmikan pada hari Selasa,tanggal 25 April 1992. Di samping itu,Pangeran Aria Soeria Atmadja telah berjasa mendirikan Sekolah Tani,yang kini dijadikan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian dan SPP/SPMA Tanjungsari.

 Masyarakat Sumedang sangat menghormati padi,saking menghormatinya sehinga timbul suatu kebiasaan untuk menghormati padi itu,dalam upacara ritual,yang digelarkan dalam suatu bentuk kesenian bernama " Tarawangsa ".
 Tarawangsa ini bentuk pagelaran musik yang terdiri dari Kecapi dan Tarawangsa (Rebab Jangkung) dengan irama tertentu mengiringai para penari.

     (Sumber:Bunga Rampai Jawa-Barat.Musnipal Mashun 1991)



DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.