 |
KAREL FREDERIK HOLLE |
Ku
taksiran,maraneh geus aya nu nyaba ka Garut.
Garut teh kakoncara tempat resik,tanah
ngagaludra ngupuk,
kaliung ku gunung-gunung.
Belah kidul
ngajeger Gunung Cikuray,Kamasur jadi
pangirut,matak wegah matak
sungkan, ka sakur nu paturay.
(tina: Sungkeman-kandaga 1963)
Para 'theeplanters', yang sering disebut
"de theejonkers van de prianger" ( para pangeran kerajaan teh dari
Priangan),banyak menurunkan sarjana intelektual yang menguasai beberapa aspek
kebudayaan Indonesia.
Tercatat beberapa nama pangeran Kerajaan Teh
Priangan,seperti keluarga,Van Der Huchts,de Kekhovens,de Holles,Van Motmans,de
Bosscha's,Families Mundt,Denninghoff,Stelling dan Van Heeckeren van Walien (Rob
Nieuwwenhuys " Tempo Doeloe,Een Verzonken Wereld",1982).
Keluarga Preangerplanters yang berjiwa
pionir,memilih hidup di daerah pedalaman,di lereng-lereng pegunungan,jauh
tersingkir dari pergaulan hidup masyarakat Eropa yang tinggal di kota.Mereka
jadi lebih akrab bergaul dengan bangsa pribumi,para koeli perkebunan,ketimbang
bergaul dengan bangsanya sendiri.
Waktu luang mereka,digunakan untuk menyelami
kebudayaan bangsa pribumi. Menyelidiki pesona indah alam Hindia-Belanda.
Menelusuri sejarah masa lalu Hindia-Belanda .Mempelajari bahasa dan
adat-istiadat orang pribumi. Lewat catatan dari hasil telaah penyelidikan
mereka kemudian orang bisa banyak mengetahui sejarah keadaan masa lalu.
Keluarga de Holles sempat melahirkan
pribadi-pribadi yang menaruh perhatian dengan minat besar terhadap sejarah,
adat kebudayaan,dan bahasa orang-orang pribumi.
Karel Frederik Holle,anak sulung dari 5
laki-laki bersaudara dari keluarga Holle,semula adalah pegawai dengan pangkat
Komis di Kantor Keresidenan Priangan di Cianjur, sebagai seorang Ambtenaar di
Priangan,ia benar-benar menyelami kehidupan rakyat Priangan.
Begitu fasihnya
dia menggunakan Bahasa Sunda,sehingga teman-temannya mengatakan: "Hij sprak
het soendaneese als een soendaneese" ( Dia berbicara bahasa Sunda seperti
layaknya orang Sunda).
Tahun 1857 Karel Frederik Holle ditunjuk oleh
Kolonial Belanda sebagai Tuan Kuasa dari Perkebunan Teh di Cikajang,dikaki
Gunung Cikuray,Garut(Priangan Timur).
Adik K.F.Holle yang bernama 'Herman Hendrik
Holle' tak kurang seriusnya menelaah Kebudayaan Sunda. Herman Holle yang
sehari- hari memakai sarung dan baju kampret(kemeja khas orang Sunda Tempo
Doeloe),dengan peci kesempitan yang bertengger di atas kepalanya, sering
ditemui orang sedang "klengsoran"di lantai Pendopo Kabupaten
Sumedang, sambil menggesek alat musik rebab untuk mendalami musik karawitan
Sunda.
Saking tergila-gilanya ia terhadap alat musik gamelan, hingga terkadang
ia lupa untuk beristirahat dan memainkan istrumen dari pukul 8 pagi,hingga
larut malam.
(sumber:Wajah Bandoeng Tempo Tempo Doeloe.Haryoto Kunto)