Showing posts with label Priangan tempo doeloe. Show all posts
Showing posts with label Priangan tempo doeloe. Show all posts

Budaya Bahasa Dan Seni Lebak Banten




SUKU BADUY DI BANTEN



BUDAYA BAHASA DAN SENI TRADISIONAL
Di kabupaten Lebak terdapat satu kelompok masyarakat yang sangat menarik yaitu masyarakat Kanekes (Orang Baduy) di Kecamatan Leuwidamar. Oleh sebab itu pemerintah menamakannya sebagai cagar budaya.Masyarakat ini sangat kuat memegang adat trasdisi nenek moyangnya. Adat dan tradisi tersebut mereka praktekan dalam sistem bermasyarakat,oleh sebab itu
Masyarakat Baduy terbagi dalam dua golongan,yaitu Baduy Jero (Baduy Dalam) dan Baduy Luar. Setiap golongannya mempunyai ciri-ciri baik dalam hal menjalankan adat tradisi maupun cara berpakain. Baduy dalam masih kuat memegang adat istiadat dibandingkan dengan Baduy Luar. Dalam hal berpakaian Baduy dalam menggunakan pakaian warna putih-putih,sedangkan Baduy luar menggunakan pakaian hitam-hitam.

Masyarakat Baduy dalam terbagi dalam tiga kepuunan yaitu : Cibeo,Cikeusik, dan Cikertawana,yang masing-masing " Kapuunan " dipimpin oleh seorang pemimpin adat yang disebut " Puun ". Baduy luar tersebar di beberapa Desa di lingkungan pinggiran Baduy Dalam,desa-desa tersebut di antaranya  disebut desa Panamping, artinya pembuangan karena desa tersebut merupakan tempat tempat pembuangan orang-orang Baduy Dalam yang telah melanggar Buyut atau pantangan,oleh sebab itu dihukum atau dalam bahasa Baduy disebut " Ditamping ".

Masyarakat Kabupaten Lebak umumnya mengggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi dalam kehidupan sehari-harinya. Bahasa Sunda asli (buhun) yang tidak terpengaruh oleh budaya luar seperti undak-usuk basa,masih tetap digunakan oleh masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar.

Jenis seni tradisional Kabupaten Lebak seperti halnya daerah lain di wilayah Banten adalah Debus,Dogdog Lojor,dan Angklung Rawayan. Kesenian tersebut merupakan seni tradisional masyarakat Baduy. Seni tradisional Debud tumbauh dan berakar dari budaya masyarakat yang bernafaskan Islam. Seni Debus ini pada awal kelahirannya bukan sebagai seni,namun sebagai penguji kekuatan mental,fisik, dan kepercayaan diri. Di samping itu,sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seni Debus yang ada sekarang ini permainannya sama halnya dengan yang ada di daerah Kabupaten Serang.

Sedangkan seni Angklung dimainkan setelah mereka penat bekerja. Akan tetapi fungsi yang khususnya dipergunakan pada upacara-upacara khusus seperti pada waktu menanam padi (ngahuma).

kesenian lainnya yang tergolong masih tradisional (buhun) di Kabupaten Lebak ini,ialah Bedug Lojor dan Calung Rantay di daerah Baduy Desa Kanekes,Kecamatan Leuwidamar dan di Kampung Cinagrang Desa Cikeusik Kecamatan Banjarsari

Di Kabupaten Lebak terdapat Situs Purbakala dan bangunan-bamgunan bersejarah. Situs Purabakala ada dua buah yaitu; Situs Kosala dan Desa lebak Sangka Kecamatan Cipanas dan Situs Sibedug di kampung Sibedug Desa Citorek Kecamatan bayah. Kedua situs tersebut bentuknya berupa " punden berundak-undak ". 

Bangunan bersejarah terdiri atas bangunan Pendopo yang terdapat di sebelah Barat bangunan baru Kabupaten. Dan bangunan bersejarah lainnya adalah bangunan Rumah Tinggal " Multatuli " yang berlokasi di jalan SMEP.




DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Sejarah Priangan Di Masa Awal Kemerdekaan





priangan tempo doeloe
PRIANGAN DI AWAL KEMERDEKAAN

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI,pemerintahan daerah seluruh Indonesia baru ditetapkan kedudukannya dalam rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945. Dalam rapat itu ditetapkan untuk sementara wilayah Indonesia dibagi ke dalam 8 propinsi,dibagi-bagi lagi ke dalam keresidenan-keresidenan dibantu tingkat pemerintah bawahannya untuk sementara berlaku ketentuan-ketentuan sebelumnya. 

Pembentukan daerah Jawa-Barat,didahului dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah. KDID di Jawa-Barat diawali dengan dibentuknya Keresidenan Priangan,pada tanggal 24 Agustus 1945. KNID dibentuk di bawah pimpinan R.S. Suradiraja,Keresidenan Cirebon dikepalai Dr.Sudarsono. Selanjutnya didirikan pula KNID pada tingakat Kabupaten/Kotapraja,Kewedanaan dan Kecamatan di seluruh Jawa-Barat. Kemudian pada tanggal 9 September 1945 terbentuklah KNID Jawa-Barat yang diketahui oleh Oto Iskandardinata,dengan wakil ketua I Dr.Suratman Erwin,Wakil Ketua II Mr.Samsudin dan anggota-anggotanya/komisaris daaerah yaitu Zulkarnaen Kartalegawa (Banten),Mr.Muh.Rum (jakarta),Suradiraja(Bogor),Nawawi Arief (Cirebon),Niti Somantri (Priangan),dan Hiswara sebagai sekertaris. Selanjutnya KNID ditetapkan sebagai Badan Daerah pada tanggal 23 November 1945.

Dalam upaya melengkapi struktur pemerintahan daerah atas usul Badan Pekerja KNID pada tanggal 23 Oktober 1945 Pemerintah RI menetapkan Undang-Undang No.1 yang mengatur Komite Nasional daerah sebagai salah satu alat perlengkapan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah.

Kelanjutan dari Undang-Undang tersebut disimpulkan bahwa Propisi Jawa-Barat dibagi dalam 5 kota otonomi. Keresidenan Jakarta,residenya 'Sewaka' meliputi Kabupaten Jakarta,Jatinegara,Karawang dan Kota otonomi Jakarta. 

Keresidenan Banten dengan Residen 'Tirta Suyatna' miliputi Kabupaten Serang,Pandeglang,dan Lebak. Keresidenan Cirebon residenya 'Dr.Mujani',meliputi Kabupaten Cirebon, Indramayu,Majalengka,Kuningan,dan Kota Otonomi Cirebon. Keresidenan Bogor dengan residen R.I.M. Sirodz,meliputi Kabupaten Bogor,Sukabumi,Cianjur,dan Kota Otonomi Bogor dan Sukabumi.

Pusat pemerintahan Provinsi Jawa-Barat mula-mula berkedudukan di Jakarta,akan tetapi kemudian berpindah ke Kota Bandung (UU/1950/11). Pada bulan-bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan,pemerintahan di Jawa-Barat
masih belum jelas,masa itu merupakan transisi masa pendudukan Jepang yang menitip beratkan pada peranan provinsi sebagai sentral pemerintahan daerah. Perkembangan selanjutnya pemerintahan keresidenan  dihapuskan (UU/1950/11) dan ditetapkan menjadi provinsi Daerah Tingkat I Jawa-Barat.

DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Sejarah Kabupaten Karawang





SEJARAH KABUPATEN KARAWANG
               
Siapa yang tak kenal Karawang..?
Karawang sering disebut-sebut sebagai lumbung padi. Dan bagaimana riwayatnya..? menengok kebelakang semasa kerajaan Padjadjaran yang dipimpin oleh 'Sri Baduga Maharaja',ternyata Karawang merupakan salah satu Kota Pelabuhan kerajaan Padjadjaran.
 

Di lain pihak saat itu,di Tanah jawa berdiri Kerajaan terbesar di pulau itu yaitu Kerajaaan Mataram. Yang dipimpin oleh Sultan Agung. Kerajaan ini mempunyai ambisi untuk menguasai seluruh Jawa. Untuk mencapai maksud itu ia harus berhadapan dulu dengan Kerajaan Banten dan Belanda. Taktik untuk mengusir Belanda ia harus terlebih dahulu menguasai daerah terdepan yang berhadapan dengan Belanda ialah Karawang. Sultan agung mengirimkan pasukannya ke Karawang untuk mengusir tentara Belanda dan Banten untuk merealisir maksud tersebut maka diangkatlah Dipati Kertabumi sebagai Wedana di Karawangdengan tugas:
  

1. Mepertahankan/majaga Karawang dari tentara Banten dan Belanda.
  

2. Menjadikan Karawang sebagai gudang beras sebagai perlengkapan perang.
Penyerangan Sultan Agung pada Belanda gagal..! Tetapi untuk kehendak mengehyakan Kompeni dari Batavia terus berkobar.
 

Tahun 1633 Ranggagede menjadi Bupati Wedana daerah Priangan yang kedua kalinya. Singaperbangsa dan Arya Wirasaba diangkat menjadi Wedana di Karawang. Singaperbangsa ditempatkan menjaga daerah di Tanjungpura dan aryawirasaba di Wiringinpitu,sehingga dengan demikian pusat pemerintahan di Udug-Udug harus dipindahkan ke Banut (Kertajaya) yang lebih strategis. Maka pindahlah tahun 1633.
 

Pada saat itu pulalah Adipati Kertabumi meninggal diganti oleh putranya Singaperbangsa (Adipati Kertabumi IV). Dan tahun 1633 pun ditetapkan sebagai tahun terbentuknya Kabupaten Daerah Tingkat II Karawang. 

Batas wilayahnya sebelah utara dengan Laut Jawa,sebelah timur dengan Kabupaten Subang,sebelah selatan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur serta sebelah barat dengan Kabupaten Bekasi.Luas wilayahnya adalah 173.753 Hektar.

DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Sejarah Perkebunan Kopi di Cianjur




ORANG-ORANG EROPA DIFOTO BERSAMA
DI PABRIK KOPI PASIRBUNGUR
FOTO DIBUAT ANTARA TAHUN 1910-1940


PENANAMAN KOPI DI CIANJUR TAHUN SEJAK 1711,
Kopi - swarten water (air hitam)
Setibanya di Mocha (di Yaman) tahun 1616,Pieter van den Broeke sangat terheran-heran. Disana dilihatnya orang minum air hitam dengan nikmat. Ketika ia bertanya-tanya,dijelaskan kepadanya bahwa minuman hitam itu dibuat dari biji-bijian yang asing baginya,setelah disangrai dan digiling,diseduh dengan air mendidih. Tak lama kemudian VOC mengambil bagian dalam perdagangan kopi setempat. Tetapi baru tahun 1663 kiriman kopi yang pertama sampai ke Belanda.

Hampir setengah abad kemudian semua pembantu wanita dan penjahit,ingin minum kopi di pagi hari. kalau tidak,mereka tak dapat bekerja. Tetapi,haruskah VOC sendiri menanam kopi Di Indonesia ? Gubernur Jenderal Camphuys mencobanya di tahun 1696.Baru tahun 1711,Bupati Ara Wiratanoe,dari daerah Cianjur,yang terletak di Priangan (Jawa-Barat), merupakan daerah pedalaman Batavia,menghasilakan paket kopi yang pertama. Seratus pon. Ternyata penanaman kopi tidak memerlukan modal maupun alat-alat yang rumit,lagi pula hampir semua orang dapat melakukannya karena hanya sedikit pengetahuan yang diperlukan. Maka lahirlah " sistem tanam paksa Priangan ".Dengan upah kecil penduduk dipaksa menanam kopi,yang oleh pemimpinya sendiri,yakni para Bupati,hasilnya kemudian diserahkan kepada VOC.

Sudah di tahun 1720,kopi Priangan sebanyak 100.000 ton pon dikirimkan ke Eropa,tiga tahun kemudian sejuta pon. Lalu terjadi kepanikan ! Sebab sekarang ada bahaya kelebihan produksi,l agipula orang Jawa tiba-tiba menerima begitu banyak uang untuk pengiriman kopi,sehingga ada kemungkinan mereka akan unjuk gigi. 

Hal itu tak boleh terjadi ! VOC segera menurunkan secara sepihak harga pembelianya,namun bersikeras supaya jumlah yang diserahkan tetap sama. Jadi petani diberi lima ringgit padahal yang dijanjikan 21 ringgit.Tentu saja budidaya kopi langsung menghilang. Baik deh,sembilan ringgit. Sia-sia saja. Kalau begitu harus dilakukan paksaan.

"Awas,barang siapa kebun kopinya tidak memuaskan,akan dihukum Iblis!"bentak pegawai VOC kepada kepala desa yang ketakutan. Dan dengan putus asa petani Jawa bekerja membanting tulang.

"Sia-sialah peluhnya bercucuran membasahi wajahnya,dan kepalanya terpanggang sinar surya yang membara.
Adakalanya petani memberontak. Bupati Cianjur yang tamak,yang bertindak sebagai calo bagi VOC,tewas dibunuh. Tetapi pekerjaan itu tetap berlanjut. Menjelang bubarnya VOC,daerah Priangan yang dulu tidak penting itu,kini berkat kopi,menempati "tempat utama diantara milik VOC yang menguntungkan".


DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Prasasti dan Naskah Kuno di Jawa Barat.








Di Jawa-Barat banyak ditemukan prasasti,antara lain di Bogor,Banten dan Bekasi,yaitu Ciaruteun,Kebon kopi,Pasir jambu,Cidangiang dan Tugu. Benda-benda itu merupakan bukti bagi kita bahwa kepandaian tulis-menulis di Daerah Sunda telah ada sejak abad ke lima.

Huruf dan bahasa tulis yang digunakan adalah huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta,yang semula berasal dari India. Masyarakat Sunda pada zamannya benar-benar telah mengusai pengetahuan baca-tulis,terbukukti dengan ditemukannya empat buah Prasasti di Sukabumi,yang terkenal bernama Prasasti Bantarmuncang. bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa Kuno dan bertahun 955 atau 1030 Masehi. Kemudian ditemukan lagi prasasti yang dibuat pada abad ke-14 dan ke-16 di Kawali(Ciamis),Bogor. bahasa yang digunakan dalam prasasti tersebut ialah Bahasa Sunda Kuno.

Pemerintah berusaha memelihara semua benda peninggalan leluhur,mengingat fungsinya yang penting bagi Ilmu Pengetahuan. Apalagi peninggallan sejarah itu menjadi kebanggan seluruh bangsa secara turun-temurun. Bukti-bukti sejarah tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan dan pembagunan kebudayaan kita.

Seorang ilmuwan Belanda bernama N.J.Krom mengutarakan bahwa naskah Sunda yang tertua yang pernah ditemukan bertahun 1256 saka atau 134 masehi. Kita dapat membaca naskah-naskah Sunda yang telah disimpan,baik dari museum Nasional Jakarta atau Museum Jawa-Barat. Selain itu Museum Geusan Ulun di Sumedang dan Museum Cigugur di Kuningan,dewasa ini telah memiliki pula koleksi naskah-naskah Sunda. Sedang perpustakaan Leiden di Belanda dan Perpustakaan Asiatic Society di Inggris,telah lama memiliki koleksi naskah Sunda.

Di dalam masyarakat Sunda pada umumnya,naskah Sunda dimiliki oleh anak-cucu keturunan Pamongpraja di masa lalu. juga dimiliki para Kiai dan Ulama,para pecinta kesenian dan kebuyaan Sunda.
Tak terbilang banyaknya naskah yang rusak karena terlantar. Isi dan bahasanya tidak diketahui oleh generasi muda sehingga tidak terawat dengan baik. Bahannya pun tidak menarik.

Selain itu ada pemilik naskah yang merahasiakan benda yang dimilikinya,karena berbagai alasan. Antara lain benda itu merupakan benda pusaka nenek moyang yang perlu ditelusuri. Ada pula karena mengindahkan pesan leluhur yang telah lampau,bahwa naskah tersebut tidak boleh jatuh ke tangan penjajah.

Pada tahun 1969,seorang pemilik naskah dengan berat hati terpaksa menjual naskah warisan nenek moyangnya,meskipun dilarang oleh keluarganya. Hal tersebut dilakukan karena ia perlu uang untuk berobat. Naskah itu berjudul " Carita Purwaka Caruban Negari ", naskah itu kini tersimpan di Museum Negeri Jawa-Barat di Bandung.  Peristiwa ini sama dengan peristiwa perolehan naskah yang lain,yaitu naskah Pustaka Negara Kertabumi dan Pustaka Pararaturan i Bumi Javadwipa serta Pustaka Pararaturan i Bumi Nusantara.

Adapun bahan yang digunakan untuk menulis naskah Sunda ialah daun lontar,janur daun enau,daun pandan,nipah dan daluang. Selain ditulis dalam huruf Sunda Kuno,huruf Jawa-Sunda dan huruf latin,sebagian besar naskah Sunda ditulis dengan huruf Arab.

Pada tahun 1980,1982,1983 dan 1984,telah diterbitkan hasil pendataan Naskah Sunda Lama di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang oleh petugas Departemen Pendidikan dan kebudayaan Jawa-Barat,yaitu:
Dr.Edi S. Eka Ekajati. Dalam pada itu naskah tulisan tangan asal Sunda yang di tulis oleh Karel Frederik Holle pada tahun 1867.

 (Sumber:Menimba Ilmu dari Museum-Pratameng Kusumo-BP.1989)

DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Sejarah Tanah Priangan Dari Masa Ke Masa




situ ciburuy tempo dulu
SITU CIBURUY JAMAN BELANDA


TANAH PRIANGAN DARI MASA KE MASA        
Catatan sejarah menunjukan gambaran bahwa wilayah di Pulau Jawa bagian barat (Jawa-Barat) pernah ada sekelompok masyarakat yang bermata pencaharian utamanya berladang. Perikehidupan masyarakat tersebut masih sederhana. Keadaan alam Jawa-Barat yang memiliki aliran sungai,seperti Ciliwung,Cisadane,SungaiBekasi,Ciherang,Citarum,Cimalaya,
Ciparage dan Ciaruteun banyak menunjang sarana lalulintas pada jaman itu. Di samping itu ada Danau Bandung dan Situ Cangkuang di Leles,Garut. Menurut cerita Danau dan Situ tersebut sebagai sumber kehidupan karena merupakan ladang menangkap ikan. Penangkapan ikan pada jaman itu mempergunakan tombak,yang ujungnya mempergunakan mikrolit dan artefak yang terbuat dari batu obsidian.

Bukti cerita jaman prasejarah itu ditemukan situs dan artefak di daerah-daerah dataran tinggi Bandung,di Pasir Angin,di daerah utara Tanggerang,di Rengas Dengklok,di Kalapa Dua,di lembah Leles Garut,dan di Kuningan. Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan masyarakat jaman prasejarah,yang merupakan cikal bakal masyarakat Jawa-Barat sekarang.

Priangan Masa Hindu
Masyarakat Sunda pertamakali hadir dalam catatan sejarah diawali dengan berdirinya Kerajaan Tarumanagara dengan rajanya Purnawarman,kira-kira pada pertengahan abad ke-5 Masehi. Ibukota Negara ini kira-kira berada sekitar tepi sungai daerah Karawang-Bekasi (sekarang). Animmisme merupakan kepercayaan masyarakat zaman itu,menganut agama Hindu aliran Wisynu. Sumber yang menerangkan mengenai kerajaan ini yaitu sebuah prasasti di Batavia,sebuah prasasti yang terdapat di Kota Kapur bangka,dan sebuah prasasti di Banten,serta 5 prasasti yang terdapat di Bogor. Sedangkan sumber lain telah ditemukan dua buah area Cibuaya,yang merupakan pelengkap bukti cerita Kerajaan Tarumanagara.

Ketika Tarumanagara mengalami kemunduran,di daerah Sunda berdiri beberapa kerajaan kecil,yaitu,Kuningan,Galuh ,dan Sunda. Kerajaan-kerajaan tersebut bergabung,dan disebut kerajaan Sunda. Ibukota kerajaan ini berpindah-pindah sejak dari Galuh (sekitar Ciamis sekarang) pada awal abad ke 8 Masehi,sampai di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang)tahun 1579 Masehi. mata pencaharian masyarakat jaman itu berladang. Pada masa perkembangan Sri Baduga Maharaja,kerajaan ini mengalami perkembangan dalam bidang pertanian,dan perniagaan. Adanya beberapa kota pelabuhan seperti Banten,Pontang,Cikande,Tanggerang,Sunda Kalapa,Karawang,dan Cimanuk,merupakan bukti hal tersebut. Keratonnya diberi nama Sri Bhima Untarayana. Ibukota Pakuan pada masa itu dapat dicapai dari Sunda Kalapa dengan menggunakan kapal menyusuri Sungai Ciliwung.

Raja-raja yang memerintah Kerajaan Sunda adalah : Sanjaya (memerintah sekitar tahun 732 Masehi,Maharaja Sri jayabhupai (tahun 1030),Prabu Raja Wastu (tahun 1357),Wastu Kancana (tahun 1371-1475 M),Tohaan (selama tujuh tahun),Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M),prabu Suriawisesa (1521-1535 M),Prabu Rajadewata (1543-1551 M),dan Tohaan Dimajaya (1551-1567).

    Priangan Masa Sentuhan Islam Pertama

Salah seorang putera Prabu Buni Sora ialah Bratalegawa yang lahir pada tahun 1350 M. Sebagai saudagar besar,ia sering berlayar ke Sumatra,Semenanjung Cina,Campa,India,Sri Langka,Parsi sampai ke Negri Arab.
Bratalegawa bertemu dengan dengan wanita muslim dari Gujarat yang bernama Farhana binti Muhammad yang kemudian menjadi istrinya. Bratalegawa kemudian memeluk agama Islam dan berhaji,kemudian ia beroleh nama Haji Baharudin al Jawi atau lebih dikenal Haji Purwa Galuh. Hasil perkawinannya dikaruniai anak yang bernama Ahmad dan atau Maulana Saifudin. Maulana Saifudin menikah dengan Rogayah dan dikaruniai puteri yang bernama Khodijah.Kelak Khodijah diperisteri oleh Syech Datuk Kahfi.

Haji Purwa bersama keluarganya merupakan penyebar Agama Islam pertama di wilayah Jawa-Barat.
Pesantern pertama didirikan pada tahun 1416  M. Di Pura Dalem Karawang,dan Pesantern yang kedua  didirikan oleh Syech Datuk Kahfi di Amparan Jati. Pada masa itu armada Cina mengadakan perjalanan keliling dipimpin oleh Panglima Cheng Ho yang beragama Islam. Armada ini singgah di Karawang. Di daerah ini turun Syeh Hasanudin yang berasal dari Campa yang iku bersama Cheng Ho. Armada Cina melanjutkan perjalanannya ke timur dipimpin oleh Ki Gedeng Jumajan.

Syech Hasanudin menikahi Ratna Sondari puteri Ki Gedeng Karawang. Hasil perkawinannya lahir Syech Ahmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Cucu Syech Ahmad yaitu Syech Musanudin yang kelak menjadi lebe di Cirebon dan mempunyai tajung Sang Cipta pada masa Susuhunan Jati. Pesantern Karawanr terkenal denga Pesantren Kuro,yang di antara muridnya terdapat Subanglarang puteri Ki Gedeng Tapa,juru labuh di Muara Jati Cirebon. Puteri ini kelak menjadi permaisuri Kerajaan Pajajaran.
 kesimpulannya bahwa sentuhan Islam di Jawa-Barat terjadi dalam waktu pemeerintahan Wastu Kancana. Di mulai oleh Bratalegawa alias Haji Purwa yang kemudian bermukim di Dukuh Pasambangan. Kemudian oleh Syech Hasanudin dari Campa yang mendirikan pondok Kuro di Karawang pada tahun 1416 M.

Priangan Masa Penjajahan
Konflik yang terjadi antara Mataram dan Kompeni dapat diselesaikan yang berbuntut,Mataram menghadiahkan Tanah Sunda (Priangan) menjadi daerah kekuasaan Kompeni. Berangsur-angsur Belanda menanamkan kekuasaanya di Tanah Sunda. Sehingga kemudian di akhir abad ke 19 daerah yang kemudian disebut Jawa-Barat jatuh seluruhnya kepada kekuasaan Kolonial Hindia-Belanda.

Seperti orang Indonesia lainnya,pada awal abad ke-20 orang Sunda-pun mempunyai organisasi untuk meningkatkan kesadaran Nasioan. Hal ini di Jawa-Barat dipelopori oleh Paguyuban yang didirikan tanggal 22 September tahun 1914. Pada awalnya paguyuban ini aktif dalam bidang sosial dan budaya,tetapi seterusnya bergerak dalam bidang ekonomi,politik,kepemudaan,kewanitaan,dan pendidikan.

Bangsa Indonesia memasuki era baru,juga bagi orang Sunda. Kemakmuran asia Timur Raya yang diprogramkan membawa masyarakat Indonesia mendukung perang Jepang. Pada masa itu nama Indonesia untuk sebutan bangsa kita disebut dengan terang-terangan. Kegiatan lain yang dilakukan bangsa Indonesia (termasuk orang Sunda)antara lain Kyoren (latihan baris-berbaris),Seinendran (kepemudaan),Keibodan (semacam L.B.D.),hinrihosi (semacam kerja paksa),Tonarigemi(semacam Rw dan RT),Fujikan (organisasi wanita),Romusha(kerja paksa),dan Heiho (tentara Jeapang terdiri dari orang-orang pribumi). Jepang yang datang ke Indoneasia dipandang sebagai saudara tua oleh bangsa kita,tetapi pada akhirnya jelas sebagai penjajah.

  

  (Sumber:Bunga Rampai Jawa-Barat.Manispal Mashun 1991)

DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Sejarah Tanah Sunda





TANAH PRIANGAN DARI MASA KE MASA

Catatan sejarah menunjukan gambaran bahwa wilayah di Pulau Jawa bagian barat (Jawa-Barat) pernah ada sekelompok masyarakat yang bermata pencaharian utamanya berladang. Perikehidupan masyarakat tersebut masih sederhana. 

Keadaan alam Jawa-Barat yang memiliki aliran sungai,seperti Ciliwung,Cisadane,Sungai Bekasi,Ciherang,Citarum,Cimalaya,
Ciparage dan Ciaruteun banyak menunjang sarana lalulintas pada jaman itu.

Di samping itu ada Danau Bandung dan Situ Cangkuang di Leles,Garut. Menurut cerita Danau dan Situ tersebut sebagai sumber kehidupan karena merupakan ladang menangkap ikan. Penangkapan ikan pada jaman itu mempergunakan tombak,yang ujungnya mempergunakan mikrolit dan artefak yang terbuat dari batu obsidian.

Bukti cerita jaman prasejarah itu ditemukan situs dan artefak di daerah-daerah dataran tinggi Bandung,di Pasir Angin,di daerah utara Tanggerang,di Rengas Dengklok,di Kalapa Dua,di lembah Leles Garut,dan di Kuningan. Animisme dan dinamisme merupakan kepercayaan masyarakat jaman prasejarah,yang merupakan cikal bakal masyarakat Jawa-Barat sekarang.

                 Priangan Masa Hindu

Masyarakat Sunda pertamakali hadir dalam catatan sejarah diawali dengan berdirinya Kerajaan Tarumanagara dengan rajanya Purnawarman,kira-kira pada pertengahan abad ke-5 Masehi.Ibukota Negara ini kira-kira berada sekitar tepi sungai daerah Karawang-Bekasi (sekarang). Animmisme merupakan kepercayaan masyarakat zaman itu,menganut agama Hindu aliran Wisynu. 

Sumber yang menerangkan mengenai kerajaan ini yaitu sebuah prasasti di Batavia,sebuah prasasti yang terdapat di Kota Kapur bangka,dan sebuah prasasti di Banten,serta 5 prasasti yang terdapat di Bogor. Sedangkan sumber lain telah ditemukan dua buah area Cibuaya,yang merupakan pelengkap bukti cerita Kerajaan Tarumanagara.

Ketika Tarumanagara mengalami kemunduran,di daerah Sunda berdiri beberapa kerajaan kecil,yaitu,Kuningan,Galuh ,dan Sunda. Kerajaan-kerajaan tersebut bergabung,dan disebut kerajaan Sunda. Ibukota kerajaan ini berpindah-pindah sejak dari Galuh (sekitar Ciamis sekarang) pada awal abad ke 8 Masehi,sampai di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang)tahun 1579 Masehi. mata pencaharian masyarakat jaman itu berladang. 

Pada masa perkembangan Sri Baduga Maharaja,kerajaan ini mengalami perkembangan dalam bidang pertanian,dan perniagaan. Adanya beberapa kota pelabuhan seperti Banten,Pontang,Cikande, Tanggerang,Sunda Kalapa,Karawang,dan Cimanuk,merupakan bukti hal tersebut. Keratonnya diberi nama Sri Bhima Untarayana.Ibukota Pakuan pada masa itu dapat dicapai dari Sunda Kalapa dengan menggunakan kapal menyusuri Sungai Ciliwung.

Raja-raja yang memerintah Kerajaan Sunda adalah : Sanjaya (memerintah sekitar tahun 732 Masehi,Maharaja Sri jayabhupai (tahun 1030),Prabu Raja Wastu (tahun 1357),Wastu Kancana (tahun 1371-1475 M),Tohaan (selama tujuh tahun),Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M),prabu Suriawisesa (1521-1535 M),Prabu Rajadewata (1543-1551 M),dan Tohaan Dimajaya (1551-1567).

        Priangan Masa Sentuhan Islam Pertama

Salah seorang putera Prabu Buni Sora ialah Bratalegawa yang lahir pada tahun 1350 M. Sebagai saudagar besar,ia sering berlayar ke Sumatra,Semenanjung Cina,Campa,India,Sri Langka,Parsi sampai ke Negri Arab.
Bratalegawa bertemu dengan dengan wanita muslim dari Gujarat yang bernama Farhana binti Muhammad yang kemudian menjadi istrinya. Bratalegawa kemudian memeluk agama Islam dan berhaji,kemudian ia beroleh nama Haji Baharudin al Jawi atau lebih dikenal Haji Purwa Galuh. Hasil perkawinannya dikaruniai anak yang bernama Ahmad dan atau Maulana Saifudin. Maulana Saifudin menikah dengan Rogayah dan dikaruniai puteri yang bernama Khodijah.Kelak Khodijah diperisteri oleh Syech Datuk Kahfi.

Haji Purwa bersama keluarganya merupakan penyebar Agama Islam pertama di wilayah Jawa-Barat.
Pesantern pertama didirikan pada tahun 1416  M. Di Pura Dalem Karawang,dan Pesantern yang kedua  didirikan oleh Syech Datuk Kahfi di Amparan Jati. Pada masa itu armada Cina mengadakan perjalanan keliling dipimpin oleh Panglima Cheng Ho yang beragama Islam. Armada ini singgah di Karawang. Di daerah ini turun Syeh Hasanudin yang berasal dari Campa yang iku bersama Cheng Ho. Armada Cina melanjutkan perjalanannya ke timur dipimpin oleh Ki Gedeng Jumajan.

Syech Hasanudin menikahi Ratna Sondari puteri Ki Gedeng Karawang. Hasil perkawinannya lahir Syech Ahmad yang menjadi penghulu pertama di Karawang. Cucu Syech Ahmad yaitu Syech Musanudin yang kelak menjadi lebe di Cirebon dan mempunyai tajung Sang Cipta pada masa Susuhunan Jati. Pesantern Karawanr terkenal denga Pesantren Kuro,yang di antara muridnya terdapat Subanglarang puteri Ki Gedeng Tapa,juru labuh di Muara Jati Cirebon. Puteri ini kelak menjadi permaisuri Kerajaan Pajajaran.

kesimpulannya bahwa sentuhan Islam di Jawa-Barat terjadi dalam waktu pemeerintahan Wastu Kancana. Di mulai oleh Bratalegawa alias Haji Purwa yang kemudian bermukim di Dukuh Pasambangan. Kemudian oleh Syech Hasanudin dari Campa yang mendirikan pondok Kuro di Karawang pada tahun 1416 M.

              Priangan Masa Penjajahan

Konflik yang terjadi antara Mataram dan Kompeni dapat diselesaikan yang berbuntut,Mataram menghadiahkan Tanah Sunda (Priangan) menjadi daerah kekuasaan Kompeni.Berangsur-angsur Belanda menanamkan kekuasaanya di Tanah Sunda.Sehingga kemudian di akhir abad ke 19 daerah yang kemudian disebut Jawa-Barat jatuh seluruhnya kepada kekuasaan Kolonial Hindia-Belanda.

Seperti orang Indonesia lainnya,pada awal abad ke-20 orang Sunda-pun mempunyai organisasi untuk meningkatkan kesadaran Nasioan. Hal ini di Jawa-Barat dipelopori oleh Paguyuban yang didirikan tanggal 22 September tahun 1914. Pada awalnya paguyuban ini aktif dalam bidang sosial dan budaya,tetapi seterusnya bergerak dalam bidang ekonomi, politik, kepemudaan, kewanitaan,dan pendidikan.

Bangsa Indonesia memasuki era baru,juga bagi orang Sunda. Kemakmuran asia Timur Raya yang diprogramkan membawa masyarakat Indonesia mendukung perang Jepang. Pada masa itu nama Indonesia untuk sebutan bangsa kita disebut dengan terang-terangan. Kegiatan lain yang dilakukan bangsa Indonesia (termasuk orang Sunda)antara lain Kyoren (latihan baris-berbaris),Seinendran (kepemudaan),Keibodan (semacam L.B.D.),hinrihosi (semacam kerja paksa),Tonarigemi(semacam Rw dan RT),Fujikan (organisasi wanita),Romusha(kerja paksa),dan Heiho (tentara Jeapang terdiri dari orang-orang pribumi). Jepang yang datang ke Indoneasia dipandang sebagai saudara tua oleh bangsa kita,tetapi pada akhirnya jelas sebagai penjajah.

    Priangan Awal Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI,pemerintahan daerah seluruh Indonesia baru ditetapkan kedudukannya dalam rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945. Dalam rapat itu ditetapkan untuk sementara wilayah Indonesia dibagi ke dalam 8 propinsi,dibagi-bagi lagi ke dalam keresidenan-keresidenan dibantu tingkat pemerintah bawahannya untuk sementara berlaku ketentuan-ketentuan sebelumnya.Pembentukan daerah Jawa-Barat,didahului dengan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah. KDID di Jawa-Barat diawali dengan dibentuknya Keresidenan Priangan,pada tanggal 24 Agustus 1945. KNID dibentuk di bawah pimpinan R.S. Suradiraja,Keresidenan Cirebon dikepalai Dr.Sudarsono. 

Selanjutnya didirikan pula KNID pada tingakat Kabupaten/ Kotapraja,Kewedanaan dan Kecamatan di seluruh Jawa-Barat. Kemudian pada tanggal 9 September 1945 terbentuklah KNID Jawa-Barat yang diketahui oleh Oto Iskandardinata,dengan wakil ketua I Dr.Suratman Erwin,Wakil Ketua II Mr.Samsudin dan anggota-anggotanya/komisaris daaerah yaitu Zulkarnaen Kartalegawa (Banten),Mr.Muh.Rum (jakarta), Suradiraja(Bogor), Nawawi Arief (Cirebon),Niti Somantri (Priangan),dan Hiswara sebagai sekertaris. Selanjutnya KNID ditetapkan sebagai Badan Daerah pada tanggal 23 November 1945.

Dalam upaya melengkapi struktur pemerintahan daerah atas usul Badan Pekerja KNID pada tanggal 23 Oktober 1945 Pemerintah RI menetapkan Undang-Undang No.1 yang mengatur Komite Nasional daerah sebagai salah satu alat perlengkapan daerah yang dipimpin oleh kepala daerah.

Kelanjutan dari Undang-Undang tersebut disimpulkan bahwa Propisi Jawa-Barat dibagi dalam 5 kota otonomi. Keresidenan Jakarta, residenya 'Sewaka' meliputi Kabupaten Jakarta, Jatinegara,  Karawang dan Kota otonomi Jakarta. Keresidenan Banten dengan Residen 'Tirta Suyatna' miliputi Kabupaten Serang,Pandeglang,dan Lebak. Keresidenan Cirebon residenya 'Dr.Mujani',meliputi Kabupaten Cirebon,Indramayu,Majalengka,Kuningan,dan Kota Otonomi Cirebon. Keresidenan Bogor dengan residen R.I.M. Sirodz,meliputi Kabupaten Bogor,Sukabumi,Cianjur,dan Kota Otonomi Bogor dan Sukabumi.
Pusat pemerintahan Provinsi Jawa-Barat mula-mula berkedudukan di Jakarta,akan tetapi kemudian berpindah ke Kota Bandung (UU/1950/11). Pada bulan-bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan,pemerintahan di Jawa-Barat masih belum  jelas,masa itu merupakan transisi masa pendudukan Jepang yang menitip beratkan pada peranan provinsi sebagai sentral pemerintahan daerah. Perkembangan selanjutnya pemerintahan keresidenan  dihapuskan (UU/1950/11) dan ditetapkan menjadi provinsi Daerah Tingkat I Jawa-Barat.
       

  (Sumber:Bunga Rampai Jawa-Barat.Manispal Mashun 1991)

DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!


Iket Tradisional Sunda



"UYUT KURING"
               
Iket Totopong dan Kehidupan Ki Sunda                
Hasil penelusuran memang tidak diketemukan secara lengkap mengenai asal-muasal kapan orang Sunda mulai memakai Totopong yang kini lebih popular disebut iket sebagai penutup kepala denga berbagai modelnya,tetapi banyak sekali yang meyakini bahwa iket kepala yang dipergunakan masyarakat Sunda tempo doeloe bukan hanya sekedar pelengkap busana atau sekedar penahan panas,tetapi memiliki simbol-simbol tertentu dan sebagai tanda status sosial pemakainya atau ciri khas dari setiap daerah asalnya,misalnya:
iketan yang biasa digunakan oleh " lengser " sangat berbeda dengan iket yang digunakan pesilat dengan "Barangbang Semplaknya," juga seperti iket masyarakat Baduy tentu berbeda dengan masyarakat Kampung Naga Tasik Malaya.

Orang Sunda dengan selembar kainnya dan melaui keterampilan tangannya menjadikan ikatan kain berukuran rata-rata 90x90cm sebagai penutup kepala begitu beragamnya lalu menamai setiap model dan filosofinya,menunjukan bahwa betapa luhurnya pemikiran serta dalamnya penghayatan keilmuan para leluhur dengan membedakan gaya-gaya iketnya,seperti: " Barangbang Semplak,Buaya Nyangsar,Julang Ngapak,Parekos Jengkol,Parekos Nangka,Babarengkos,Paro'os Gedang,Maung Heuay,Kuda Ngencar dan sebagainya."
  
Salah satu Pandita di Bali yang pernah saya temui,menjelaskan udeng atau iket yang dipergunakan pada saat beribadah melambangkan bahwa kemampuan logika harus dibatasi ketika mengahadap Dewata,hal itu sesuai dengan " Parekos Jengkol " dengan bentuk kainnya yang menutup ubun-ubun mengandung filosofi bahwa tidak semua pemikiran manusia ada jawabannya karena yang mempunyai semua jawaban adalah Sang Prncipta.
  
" Sajarah Sukapura " yang berbentuk dangding,yang dikutip Raden Sastranegara dalam " Pangeling-ngeling 300 taun ngadegna Kabupaten Sukapura/Tasikmalaya,1933,menjelaskan bagaimana orang Sunda berpakaian,diantaranya,
" baheula mah jaman sepuh,para istri menak-menak,baju jubah ninggang bitis,dikekemben ngalempay panjang ka tukang ari istri piluaran,lamun marek ka Buapti,makena karembong dua,dipake apok sahiji,nu hiji nyalindang nyampir dina tak-tak kagusur...Udeng wedal Sukapura,batik hideung sawung galing...totopong balangkreng sisi,sabuk saten nyoren gobang,totopong dipasang tegil,baju kamsol make kancing,emas hurung tinggalebur."
 Dengan terjemahan bahasa Indonesia:" Dahulu jaman orang tua kita,istri bangsawan mengenakan baju jubah sampai betis,memakai selendang panjangterjurai kebelakang. Kalau istri rakyat biasa,bila menghadap Bupati,mengenakan dua buah selendang,yang satu dipakai penutup dada,yang satu lagi disampirkan diatas pundak terseret-seret,udeng (tutup kepala)keluaran Sukapura,batik hitam Sawunggaling...memakai ikat kepala " Balangkreng Sisi ". Ikat pinggang kain saten dan menyandang golok. Ikat kepala dipasang model tegil,baju kamsol memakai kancing warna mas menyala gemerlapan". Cuplikan dan tesis Gandjar Sakri:Kerajinan Tangan Tasik Malaya",Seni Rupa ITB,Bandung 1974.
 Sekarang banyak ditemui anak-anak muda memakai iket kepala,terlepas mengerti atau tidaknya model iket yang dipergunakan,paling tidak sudah mencirikan indetitas budaya dan melalui iketlah bangkitnya kesadaran diri. Oleh:Agung Ismail Mirza
     
            (Sumber:Majalah Sundawani Februari 2011)




DIJUAL BUKU-BUKU KUNO / LAMA ... !!!